Minggu, 13 April 2008

PETANI HUTAN DAN HUTAN TANAMAN RAKYAT

Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya mempunyai penduduk miskin yang cukup besar. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin pada tahun 2005 mencapai 62 juta jiwa atau sekitar 28,44% dari total jumlah penduduk yang mencapai 218 juta jiwa. Dari jumlah 62 juta penduduk miskin tersebut, BPS memperkirakan jumlah rumah tangga miskin (RTM) mencapai 15,5 juta kepala keluarga (KK). RTM adalah KK yang mempunyai pendapat maksimal Rp700 ribu per bulan.
Meskipun jumlah KK petani hutan tidak dapat diketahui secara pasti, namun dapat dipastikan bahwa petani hutan adalah RTM. Adalah sangat mengherankan dengan potensi hutan produksi seluas kira kira 57 juta hektar, pemerintah tidak dapat memberikan penghidupan yang layak kepada masyarakat disekitarnya (petani hutan), disisi lain banyak pengusaha hutan memperoleh pendapatan dalam jumlah luar biasa dari hutan produksi . Tulisan pendek ini mengupas bagaimana seharusnya pemerintah dapat meningkatkan pendapatan petani-hutan melalui program Hutan Tanaman Rakyat (HTR).
Khayalan Hutan Tanaman Rakyat (HTR).
Keluarnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan, patut disyukuri oleh petani hutan, karena peraturan pemerintah tersebut memberikan akses kepada petani hutan dapat mengelola hutan produksi dengan luasan tertentu, dalam jangka waktu tertentu dengan cara melakukan penanaman sampai pemasaran , melalui HTR secara legal. Namun demikian, kegiatan HTR akan berhasil apabila : (1) petani hutan dapat mengorganisasikan dirinya; (2) kegiatan petani hutan tidak ditunggangi pemodal (cukong) yang tidak bertanggung jawab; (3) Pemerintah memberikan pengakuan dalam bentuk perizinan. Ketiga prinsip tersebut diimplementasikan dalam pembangunan HTR dimana petani hutan menjadi ”pemilik” HTR.
Hutan produksi yang dapat dijadikan HTR adalah hutan produksi yang bebas dari perizinan dan telah mengalami degradasi. Apabila pemerintah melalui Departemen Kehutanan dapat membangun areal HTR seluas 5,4 Juta hektar sampai tahun 2011 dengan rata rata setiap KK akan memperoleh 15 ha, maka akan melibatkan 360.000 KK. Alokasi kegiatan HTR dapat direncanakan sebagai berikut : tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 luas areal untuk HTR adalah 1.40 juta ha dengan melibatkan 93.333 KK dan pada tahun 2011 luas arealnya adalah 1.2 juta ha dengan melibatkan 80.000 KK.
Mewujudkan Petani Hutan Jadi Kaya
Untuk memperoleh izin HTR, petani diwajibkan membentuk kelompok tani hutan dengan jumlah anggota minimal 5 petani. Izin diberikan atas nama petani dengan luas rata rata15 ha untuk jangka waktu maksimal 100 tahun. Lahan tetap milik negara, tetapi tanaman yang tumbuh diatasnya adalah milik petani. Untuk memperkuat kapasitas kelompok tani hutan, maka pemerintah atau pemerintah daerah menyediakan tenaga pendamping, yakni pegawai kehutanan terutama penyuluh kehutanan yang mengerti akan tata cara budidaya tanaman hutan.
Jenis tanaman adalah sesuai dengan keinginan dari petani hutan, namun disarankan mempunyai daur (umur) pendek (8 tahun), mempunyai nilai ekonomi tinggi dan mudah dalam pemasaran. Pemerintah harus dapat mengatur mekanisme pemasaran dengan pengusaha perkayuan.
Dengan kemampuan petani hutan pengolahan lahan seluas 1,875 hektare per tahun atau sekitar 15 hektar per Kepala Keluarga dalam 8 tahun, maka hasil produksi yang bisa diraih selama masa daur tanam sebanyak 150 meter kubik. Biaya tanam per hektar diperkirakan senilai Rp 7,5 juta dan perhitungan harga kayu sebesar Rp 200.000 per meter kubik. Karena itu, estimasi pendapatan yang bisa diperoleh dari HTR sebesar 150 x Rp 200.000 per meter kubik = Rp. 300.000.000,-/8 tahun atau Rp 37,5 juta /tahun atau Rp 3,125 juta/bulan per KK. Petani hutan tetap diperbolehkan melakukan penanaman diantara tanaman hutan dengan tanaman pertanian yang dikenal dengan sistem tumpangsari.
Untuk keperluan biaya penanaman, petani hutan dapat meminnjam dari pemerintah. Pemerintah sudah mengalokasikan dana dalam pembangunan HTR sebesar Rp 9,7 triliun yang dapat diperoleh melalui Badan Usaha Pembiayaan Pembangunan Hutan yang berada di bawah Departemen Kehutanan.
Pendapatan yang cukup besar memungkinkan petani hutan diajak dalam perlindungan hutan. Dengan demikian pemerintah dapat mewujudkan 2 (dua) tujuan sekaligus, yakni pengentasan kemiskinan pada masyarakat yang hidup disekitar hutan dan perlindungan hutan untuk menjaga agar hutan tetap lestari. Semoga khayalan petani hutan kaya dapat terwujud, semoga pemerintah terbuka hati nuraninya untuk mempercepat program HTR.

Jakarta, 9 April 2008

Tidak ada komentar: