Jumat, 26 September 2008

MEMBENTUK PERWIRA RIMBAWAN MELALUI PROGRAM MATRIKULASI BAGI CPNS

”Hai Perwira Rimba Raya Mari Kita BernyanyiMemuji Hutan Rimba Dengan Lagu Yang Gembira
& Nyanyian Yang Murni
Meski Sepi Hidup Kita Jauh Di Tengah Rimba,
Tapi Kita Gembira Sebabnya Kita Bekerja
Untuk Nusa Dan Bangsa” ........... (Mars SERUAN RIMBA)
Sengaja potongan lagu bait pertama pada Mars SERUAN RIMBA disajikan pada awal artikel ini. Lagu tersebut merupakan lagu “kebangsaan” para rimbawan dan dinyayikan pada setiap hari bakti rimbawan atau pada acara acara khusus, misalnya rapat kerja nasional, rapat kerja regional dsb. Tujuannya adalah untuk mengingatkan para rimbawan akan tugas yang diembannya. Tugas perwira (rimbawan) adalah di tengah rimba yang bekerja untuk nusa dan bangsa. Itulah pesan utama dari Mars Seruan Rimba.

Pengadaan CPNS Departemen Kehutanan
Departemen Kehutanan baru saja menerima CPNS tahun 2007 sebanyak 555 orang dari berbagi bidang keahlian sesuai formasi yang ditetapkan Menpan. Untuk menerima jumlah tersebut Depertemen Kehutanan menseleksi jumlah pendaftar yang mencapai 41.045 pelamar. Spektakuler, itulah kata yang menggambarkan betapa banyaknya pelamar yang ingin menjadi rimbawan. Suatu hal yang membanggakan, ternyata profesi rimbawan sangat diminati para lulusan strata satu dari berbagai bidang keahlian. Dengan banyaknya pelamar dan terbatasnya formasi yang disediakan, maka untuk dapat lolos seleksi rata rata satu pelamar mengalahkan sebanyak 74 peserta lainnya. Kembali lagi, spektakuler, luar biasa kompetisinya. Dapat dipastikan bahwa pelamar yang diterima mempunyai Indeks Prestasi > 3. Suatu SDM potensial yang harus dikembangkan menjadi rimbawan andal.
Pola Karir Pegawai Negeri Sipil Departemen Kehutanan
Departemen Kehutanan telah mempunyai Pola Karir Pegawai Negeri Sipil Departemen Kehutanan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 76 /Menhut-II/2006 Tanggal : 22 Desember 2006. Tujuan utama dari Pola Karir adalah : 1. Mewujudkan iklim kerja yang kondusif, dan transparan di lingkup Departemen Kehutanan sehingga mampu meningkatkan motivasi kerja dan pengembangan potensi diri setiap PNS sehingga kinerja unit organisasi meningkat; 2. Mewujudkan pola pembinaan PNS di lingkup Departemen Kehutanan yang menggambarkan alur pengembangan karir yang menunjukkan keterkaitan dan keserasian antara jabatan, pangkat, pendidikan, diklat, kompetensi, dan masa kerja jabatan; 3 Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap PNS untuk meniti karir secara optimal sesuai dengan kompetensinya.
Sayangnya dalam Pola Karir Negeri Sipil Departemen Kehutanan tidak ada keharusan bagi CPNS (perwira rimbawan yunior) untuk bekerja di “medan pertempuran” (baca hutan). Bahkan ada kecenderungan semakin lama bekerja di pusat akan semakin lancar dalam meniti karir sampai mencapai jenjang tertinggi.
Menurut statistik kehutanan, luas hutan Indonesia sekitar 101,77 juta hektar, yang “diurus” oleh PNS lingkup Departemen Kehutanan sebanyak = 15.734 yang terdiri dari 3.384 PNS yang bekerja di Departemen Kehutanan dan 12.350 bekerja di UPT (Balai Taman Nasional, Balai Pemantapan Kawasan Hutan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Balai Pengelolaan –Daerah Aliran Sungai, Balai Pemantauan, Pemanfaatan Hutan Produksi dan Unit Pelaksana Lainnya). (Data PNS sampai dengan 31 Agustus 2007).
Membentuk Perwira Rimbawan
Perwira artinya adalah gagah atau berani, arti lainnya adalah pahlawan (kamus besar bahasa Indonesia). Perkataan perwira terdapat pada kalangan kemiliteran, yang terbagi dalam tiga golongan yaitu: Perwira Pertama (letnan dua, letnan satu dan kapten) , Perwira Menengah (mayor, letnan kolonel dan kolonel) dan Perwira Tinggi yang ditandai dengan pemakaian bintang di pundak. Masing-masing kecabangan militer memiliki istilah tersendiri, seperti TNI-AD menggunakan Jenderal, TNI-AL menggunakan Laksamana, dan TNI-AU menggunakan Marsekal. (Wikipedia Ensiklopedia Bebas). Pada umumnya karir militer dimulai dari lulusan AKABRI, setelah itu ditentukan dari penempatan di lapangan – pendidikan/diklat – lapangan – pendidikan/diklat - lapangan dan seterusnya, sesuai dengan pola jenjang kemiliteran. Seorang Perwira Tinggi pasti pernah menjabat sebagai komandan peleton, komandan kompi, komandan batalyon dsb. Sangat mustahil seorang jenderal belum pernah menjadi komandan peleton atau komandan batalyon.
Rimbawan menurut Kamus Kehutanan (1989) adalah seseorang yang berkecimpung dalam profesi bidang kehutanan. Karir rimbawan untuk menjadi perwira tinggi rimbawan mengharuskan perwira rimbawan yunior mengetahui “medan tempur” yakni hutan itu sendiri. Alangkah anehnya seorang perwira rimbawan tetapi belum pernah masuk hutan, tidak mengetahui bagaimana menentukan volume pohon, tidak mengetahui tata cara inventarisasi hutan, tidak mengetahui tanah kritis dan masih banyak lagi daftar pertanyaan yang dapat diajukan.
Untuk itulah perlu adanya kesamaan pengertian akan tugas rimbawan. CPNS yang baru diterima diwajibkan mengikuti program “matrikulasi”, yakni dengan menempatkannya selama jangka waktu tertentu di UPT. Adanya matrikulasi, memungkinkan para lulusan strata satu dengan latar belakang pendidikan yang berbeda akan mempunyai pemahaman yang sama tentang hutan dan kehutanan. Program matrikulasi minimal satu tahun, yakni dengan menempatkan CPNS pada BTN/BKSDA, BP-DAS, BPKH dan BP2HP masing masing 3 bulan.
Biro Kepegawaian, Pusat Diklat Pegawai dan Sekretaris Dirjen/Badan membuat semacam “kurikulum” pengetahuan/keterampilan apa saja yang harus diketahui oleh perwira rimbawan yunior yang nantinya akan dilaksanakan oleh UPT. Misalnya kurikulum di BPKH adalah : inventarisasi, tata batas, pengukuran dan pemetaan, pembuatan peta secara digital, penyusunan Neraca Sumber Daya Alam dsb. Pelaksanaan kegiatan disesuaikan dengan tata waktu yang ada pada BPKH. Pada intinya selama menjalani kegiatan matrikulasi, perwira rimbawan yunior mengikuti kegiatan lapangan yang ada pada masing masing UPT. UPT berkewajiban membina dan membimbing perwira rimbawan yunior. Pada akhir program matrikulasi UPT membuat semacam “sertifikat” atau “surat keterangan” yang menerangkan pengetahuan/keterampilan yang telah diberikan kepada perwira rimbawan yunior. Selanjutnya, masing-masing perwira rimbawan yunior diwajibkan membuat laporan dan presentasi program yang telah dijalani di UPT di Biro Kepegawaian atau Pusdiklat Pegawai Kehutanan.

Penutup.
Membentuk perwira rimbawan adalah tidak mudah. Perlu pemikiran dan kesatuan tindak bersama dari Perwira Tinggi Rimbawan. Kita harus ingat bahwa kondisi hutan saat ini kurang menggembirakan. Data Departemen Kehutanan menyebutkan bahwa angka kerusakan hutan pada tahun 2000 – 2005 mencapai 2,8 juta hektar per tahun.
Adanya tambahan SDM rimbawan yang potensial disertai dengan program matrikulasi yang terarah serta dikombinasikan dengan pola diklat dan pola karir yang berjalan seiring diharapkan mampu mewujudkan rimbawan harapan bangsa, rimbawan yang mempunyai 9 nilai dasar yakni : jujur, tanggungjawab, disiplin, ikhlas, visioner, adil, peduli, kerjasama dan professional.
Harapan kita semua dengan adanya tambahan rimbawan yang handal, kehutanan akan menjadi lebih baik. Semoga.


Bambang Winarto*, Staf Senior, pada Pusat Wilayah Pengelolaan Kawasan Hutan – Baplan, Penyusun Kamus Rimbawan.

SECERCAH HARAPAN PETANI HUTAN PADA HUTAN TANAMAN RAKYAT

Terbitnya PP No. 6 tahun 2007 patut disambut gembira, khususnya masyarakat yang berdomisili di sekitar hutan, Ada nuansa baru dalam tata kelola hutan di Indonesia. Salah satu yang paling menarik adalah pengaturan Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Kita percaya bahwa dalam meluncurkan kebijakan baru, pemerintah pasti melandasinya dengan niat yang baik. Karena itu kita juga percaya bahwa tujuan utama program HTR adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun program tersebut tidak akan tercapai tanpa dukungan dan peran serta berbagai stakeholder.
PP ini telah memberi payung hukum HTR, khususnya pasal 40 dan 41. Pada pasal ini diatur mengenai penatapan areal untuk HTR, akses ke lembaga keuangan, dan penetapan harga kayu HTR untuk melindungi dan memberikan akses pasar kepada masyarakat. HTR dibangun di kawasan hutan negara yang berupa hutan produksi yang tidak produktif dengan jangka waktu ijin paling lama 100 tahun. Pemerintah mengalokasikan areal HTR kawasan hutan produksi seluas kurang lebih 15 ha beserta ijinnya untuk setiap individu dalam kelompok yang terdiri dari 6 – 8 anggota.
Pola Pengembangan HTR
HTR dilakukan dengan tiga pola. Pertama, pola mandiri. Dengan pola ini, pemilik HTR secara mandiri membangun HTR di lahan yang telah diberikan. Biaya pembangunan HTR dapat dilakukan dengan melakukan peminjaman kepada Badan Usaha Pembiayaan Pembangunan Hutan yang berada di bawah Departemen Kehutanan. Pemerintah sudah mengalokasikan dana pembangunan HTR sebesar Rp 9,7 triliun. Ketua kelompok bertanggung jawab atas pelaksanaan HTR, pengajuan dan pengembalian kredit. Pemerintah memberikan pinjaman dengan bunga yang cukup rendah. Pemerintah membantu dalam akses keuangan, pasar dan produksi. Kedua, pola kemitraan. HTR Pola Kemitraan dibangun oleh pemegang HTR bersama-sama dengan mitranya berdasarkan kesepakatan bersama. Pemerintah memfasilitasi pemegang HTR dalam kemitraan. Peran pemerintah adalah membuat pengaturan yang menguntungkan kedua pihak. Mitra bertanggung jawab atas pendampingan, input/modal, pelatihan dan pasar. Hasil HTR di bagi antara petani hutan dengan mitra sesuai dengan kesepatan kedua belah pihak. Ketiga, pola developer. HTR pola developer mencontoh mekanisme pembangunan rumah oleh developer. HTR untuk pertama kali dibangun oleh BUMN atau BUMS dan selanjutnya diserahkan oleh pemerintah kepada kepala keluarga pemohon HTR. Biaya pembangunannya menjadi tanggung jawab pemegang HTR dan dikembalikan secara mengangsur sejak Surat Keputusan IUPHHK-HTR diterbitkan
Pola yang akan diterapkan sepenuhnya bergantung kepada petani hutan. Namun demikian, pemerintah mempunyai kewajiban memberikan penyuluhan dan pemberdayaan kepada petani hutan. Pada sistem pertama, petani hutan pinjam kepada pemerintah sejumlah uang (kredit) untuk membangunan HTR; pada sistem kedua petani tidak perlu meminjam uang dari pemerintah, semua dana pembangunan HTR ditanggung oleh mitra, akan tetapi hasil yang diperoleh dibagi dua antara petani dan mitra; pada sistem ketiga, petani hutan sudah memperoleh HTR yang sudah jadi, petani tinggal mengembalikan biaya pembangunan yang telah dikeluarkan oleh developer secara bertahap.
Mewujudkan Petani Hutan Jadi Kaya
Pemerintah melalui Departemen Kehutanan berencana membangun areal HTR seluas 5,4 Juta hektar sampai tahun 2011 dengan rata rata setiap KK akan memperoleh 15 ha, maka akan melibatkan 360.000 KK. Alokasi kegiatan HTR dapat direncanakan sebagai berikut : tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 luas areal untuk HTR adalah 1.40 juta ha/tahun dengan melibatkan 93.333 KK/tahun dan pada tahun 2011 luas arealnya adalah 1.2 juta ha dengan melibatkan 80.000 KK.
Jenis tanaman adalah sesuai dengan keinginan dari petani hutan, namun disarankan mempunyai daur (umur) pendek (8 tahun), mempunyai nilai ekonomi tinggi dan mudah dalam pemasaran. Pemerintah harus dapat mengatur mekanisme pemasaran dengan pengusaha perkayuan.
Apabila pemegang HTR memutuskan memilih pola mandiri, maka perhitungan pendapatan petani hutan adalah sebagai berikut :
Kemampuan petani hutan pengolahan lahan seluas 1,875 hektare per tahun atau sekitar 15 hektar per Kepala Keluarga dalam 8 tahun, maka hasil produksi yang bisa diraih selama masa daur tanam sebanyak 150 meter kubik. Biaya tanam per hektar diperkirakan senilai Rp 7,5 juta dan perhitungan harga kayu sebesar Rp 200.000 per meter kubik. Karena itu, estimasi pendapatan yang bisa diperoleh dari HTR sebesar 15 x 150 x Rp 200.000 per meter kubik = Rp. 450.000.000,-/8 tahun, sedangkan biaya tanam 15 x Rp 7,5 juta = Rp. 112.500.000,-/8 tahun. Dengan demikian pendapatan bersihnya adalah = Rp 450.000.000,-/8 tahun - 112.500.000,-/8 tahun = Rp. 337.500.000,-/8 tahun = Rp 4.218.750,-/tahun atau Rp. 3.515.625,-/bulan per KK. Petani hutan tetap diperbolehkan melakukan penanaman diantara tanaman hutan dengan tanaman pertanian yang dikenal dengan sistem tumpangsari. Meskipun perhitungan di sini hanya merupakan simulasi, namun pendapatan pada contoh di atas dapat diwujudkan bila petani hutan bekerja dengan sungguh sungguh.
Pendapatan yang cukup besar memungkinkan petani hutan diajak dalam perlindungan hutan. Dengan demikian pemerintah dapat mewujudkan 2 (dua) tujuan sekaligus, yakni pengentasan kemiskinan pada masyarakat yang hidup disekitar hutan dan perlindungan hutan untuk menjaga agar hutan tetap lestari.
HARAPAN
Kata pepatah, kita boleh kehilangan apa saja, tetapi kita tidak boleh kehilangan harapan. Harapan petani hutan pada HTR sangat besar, harapan untuk hidup layak, harapan untuk dapat menyekolahan anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, harapan untuk dapat naik haji, dan harapan harapan lainnya.
Semoga harapan petani hutan kaya dapat terwujud, semoga harapan hutan lestari dapat terwujud pula.

Bambang Winarto, Rimbawan Senior, Penyusun Kamus Rimbawan
Alamat : Villa Kebun Raya – Ciomas – BOGOR
HP:081316747515
Dimuat pada Majalah Penyuluh Kehutanan “KENARI”, Edisi 02 Tahun 2008