PENGALAMAN MENYUSUN KAMUS RIMBAWAN
Oleh: Bambang Winarto
Prolog
Sungguh saya sangat bersyukur dapat diterima kembali di Departemen Kehutanan setelah hampir 20 tahun waktunya dihabiskan bekerja di daerah. Walau bagaimanapun Departemen Kehutanan adalah rumah saya. Ditempatkan dimanapun dan jabatan apapun akan saya terima dengan senang hati.
Saya ditempat di Pusdal Regional IV Departemen Kehutanan, sebagai staf. Saya sendiri menyebutnya sebagai staf senior. Dalam waktu kurang dari satu tahun saya dapat menyusun buku Kamus Rimbawan, suatu buku yang menurut saya sangat bermanfaat bagi para rimbawan. Buku tersebut saya susun apabila saya tidak ada tugas dari Pusdal.
Beberapa komentar dari teman terhadap kamus rimbawan sempat saya rekam, inilah komentarnya :
“Kamus rimbawan termasuk buku yang masuk kategori amal jahiriah, dapat untuk bekal di akhirat nanti”. (rimbawan ustadz).
“Kamus rimbawan dapat memberikan angka kredit yang cukup besar (12 angka kredit) dibandingkan dengan kegiatan mengajar yang hanya 0,05). “(rimbawan widyaiswara).
“Kamus rimbawan merupakan pendapatan yang halal, beda dengan pendapatan sebagai kepala dinas”. (rimbawan mantan kepala dinas).
Secara keseluruhan para rimbawan mengucapkan selamat kepada saya atas ide, ketekunan, kesabaran, ketelitian dan keberaniannya menerbitkan buku kamus rimbawan. Saya sungguh mendapat dukungan dan terimakasih atas berbagai komentarnya.
Bermula Dari Tugas di Pusdal.
Sebagai mantan pejabat, dengan pengalaman yang cukup lama di daerah, saya berpendapat saya harus dapat menunjukkan diri sebagai pegawai yang ahli. Saya sadar sepenuhnya bahwa kompetisi di Departemen Kehutanan luar biasa kerasnya. Dengan demikian jika ingin berkompetisi saya harus dapat menunjukan jati diri saya. Sebagai staf, jelas bahwa saya tidak mempunyai staf. Beda jauh dengan pada saat menjabat.
Saya masuk di Pusdal pada akhir Desember 2005, kegiatan dapat dikatakan sudah selesai. Demikian pula pada bulan-bulan awal tahun anggaran baru, bulan Januari, Februari dan Maret, kegiatan relatif sedikit.
Sebagai pegawai yang sudah biasa bekerja, saya tidak bisa berdiam diri, saya harus dapat menciptakan kegiatan untuk diri saya sendiri. Dengan pengetahun komputer yang terbatas dan dengan kemampuan saya untuk menulis, saya mulai menulis beberapa artikel. Dalam hal komputer, guru saya adalah teman teman yunior, pegawai baru kehutanan. Beruntunglah bahwa program komputer yang diciptakan mudah dipelajari dan dipraktekan. Saya sempat menulis dua artikel yang saya kirimkan kepada teman-teman eselon 1 dan 2. Isi artikel adalah memberikan masukan kepada teman-teman yang kebetulan adalah pengambil keputusan. Artikel yang sempat saya kirimkan, yaitu : “APALAH ARTI SEBUAH NAMA (Kasus nama Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan)”, dan “SATU JENIS POHON SATU DESA (Pemikiran Lebih Lanjut Dari Workshop Nasional 2 Tentang Pengelolaan Sumberdaya Genetik Tanaman Hutan)”. Ada satu tulisan yang sempat saya kirim ke Majalah Kehutanan Indonesia, dan ternyata dimuat dengan judul “AIR MINUM DALAM KEMASAN, Suatu Produk Utama Hutan Lindung Yang Terabaikan”. Tadinya saya berharap ada suatu tanggapan, ternyata tidak. Atas dasar kenyataan tersebut, saya berkesimpulan bahwa menulis artikel atau artikel di MKI tidak dibaca oleh pejabat kehutanan.
Untuk sementara, menulis artikel saya hentikan, dan sebagai gantinya saya menulis tentang Pusdal, yakni dengan menjabarkan lebih detail tugas pokok dan fungsi Pusdal dengan membuat tanya jawab secara imajiner. Buku tersebut saya beri judul “79 TANYA JAWAB IMPLEMENTASI TUGAS PUSDAL”, yang selanjutnya saya sampaikan kepada Bapak Sekjen dan Bapak Kepala Pusdal (I,II,III,IV). Dari buku tersebut sebenarnya dapat dibuat tata hubungan kerja antara Pusdal dengan Unit kerja Eselon 1 lingkup Sekjen (Pusdiklat, Pusbinluh, Pustanling, Pusinfo, Biro Hukum, Biro Perencanaan dan Keuangan) Eselon 1 lainnya (Dirjen BPK, PHKA, RLPS, Badan Planologi, Badan Litbang dan Irjen), serta hubungan antara Pusdal dengan Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Bapak Sekjen sangat menghargai tulisan tersebut, namun sayang tidak dibahas lebih lanjut.
Dari menyusun buku tersebut, saya berpendapat Dinas Kehutanan Daerah (Provinsi Kabupaten/Kota) harus mengetahui semua peraturan perundangan di bidang kehutanan, mengingat bahwa kewenangan sebagian besar berada di daerah. Selain itu, saya berpendapat bahwa pegawai Pusdal harus mengetahui peraturan perundangan di bidang kehutanan serta istilah kehutanan. Pegawai Pusdal sebenarnya adalah : pemasar program Departemen Kehutanan di Daerah, mediator dan sekaligus “broker”. Istilah istilah kehutanan memang sudah ada di berbagai peraturan. Yang menjadi problem adalah bagaimana mendapatkannya. Dari sinilah ide menyusun kamus rimbawan muncul.
Ada 5 alasan dalam penyusunan Kamus Rimbawan adalah sangat sederhana, yakni : (1). Para rimbawan memepunyai pengertian/definisi yang sama tentang istilah kehutanan; (2) Sebagai pegangan para rimbawan dalam melaksanakan tugas; (3) Memudahkan para rimbawan dalam mencari suatu istilah atau pengertian/definisi dari suatu istilah yang berhubungan dengan kehutanan; (4) Memudahkan para rimbawan dalam memberikan pengertian kepada pejabat atau masyarakat yang berlatar belakang bukan rimbawan; (5) Dapat dijadikan acuan dalam pembakuan istilah kehutanan.
Memang benar pernah ada kamus kehutanan yang diterbitkan oleh Departemen Kehutanan, namun kamus ini lebih bersifat ilmiah, ketimbang praktis. Lagi pula banyak para rimbawan yang kurang mengetahui adanya kamus tersebut.
Mulai Menyusun
Untuk dapat menyusun kamus rimbawan, saya harus mengumpulkan semua peraturan perundangan yang berhubungan dengan kehutanan. Langkah pertama yang saya tempuh adalah dengan menghubungi Kepala Biro Hukum, dan Sekretaris Dirjen/Badan atau bagian yang menangani masalah perundangan serta perpustakaan Manggala Wamabakti. Data tersebut relatif mudah diperoleh..
Dalam peraturan perundangan, pada Bab I, Pasal 1 menguraikan “pengertian”, atau “yang dimaksud dengan”. Bagian ini saya ketik kembali atau saya copy dan untuk selanjutnya saya masukan ke rental pengetikan untuk diketik ulang. Jika tidak ada kegiatan di kantor, maka kegiatan mencari data peraturan perundangan (perpustakaan manggala, pusat standarisasi dan lingkungan, bagian perundang dan internet), pengetikan, pengcopyan adalah kegiatan saya sehari-hari.
Data yang berupa pengertian atau “yang dimaksud dengan” saya masukan dalam data base. Untuk keperluan penyusunan Kamus Rimbawan saya mempunyai lebih dari 500 file, karena satu perundangan satu file. Pengorganisasian file sangat penting, yang akan memudahkan dalam pengolahan data. Sebagai contoh pemberian nama file adalah : UU 199941 artinya adalah Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999, PP 200445 artinya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004, Kepmenhut 2003180, dan seterusnya. File file untuk peraturan yang berbeda (UU, PP, Kepmenhut, Kepdirjen), untuk tahun yang sama saya jadikan satu dalam satu folder. Misalnya Folder UU 2000, adalah berisi file undang undang yang diterbitkan pada tahun 2000. Contoh data base terlampir.
Mengolah data
Setelah data saya anggap cukup, saya mulai dengan pengolahan data. Namun demikian saya tetap menyediakan “folder tambahan”. Fungsi folder tambahan adalah untuk menampung berbagai peraturan perundangan yang baru diketemukan tanpa memperhatikan hirarki dan tahunnya, mengingat bahwa saya tidak mengetahui secara pasti berapa banyak sebenarnya peraturan perundangan yang berhubungan dengan kehutanan.
Pada dasarnya pengolahan data saya bedakan menjadi 3 bagian, yaitu : file “appendik”, file “pustaka” dan file ”kamus”. File appendik berisi istilah yang nantinya akan didefinisikan dan sebagai alat kontrol dalam penyusunan kamus, meskipun pada akhirnya istilah tersebut tidak masuk dalam kamus rimbawan. File perpustakaan berisi judul dari peraturan perundangan yang nantinya menjadi daftar pustaka, dan file kamus itu sendiri. Contoh file lihat lampiran (Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan).
File yang masuk kategori appendik dijadikan satu dengan cara ”copy” dan “paste”, demikian pula file pustaka dan file kamus. Pengolahan data pada file appendik relatif gampang, karena hanya melakukan “sort ascending” dilanjutkan dengan men “delete” kata-kata yang sama. Sebaliknya pada file pustaka setelah dilakukan penggabungan dengan cara yang sama dilakukan “sort decending”.Yang memerlukan waktu lama adalah pengolahan pada file kamus. Prosedurnya sama dengan pengolahan file appendik, yang membedakan adalah pada saat men “delete” dan mengkoreksi kata-kata. Pen”delete”an dilakukan pada istilah pengertian yang sama dengan hirarkhi UU, PP, Kepmenhut, Kepdirjen, SNI dan Lembaga Ekolabel. Artinya suatu definisi atau pengertian yang sama, misalnya Kehutanan, maka yang diambil hanya satu, yakni dari UU Nomor 41 tahun 1999, yang lain apakah definisi/pengertian dari PP atau Kepmenhut di “delete”. Apabila pengertiannya agak berbeda, maka urutan pengertiannya sesuai dengan hirarkhi di atas. Misalnya, Pagu Indikatif adalah : 1 merupakan ancar-ancar pagu anggaran yang diberikan kepada kementerian negara/lembaga untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan rencana kerja kementerian negara/lembaga. (PP 21/2004); 2 merupakan perkiraan jumlah maksimum anggaran yang diberikan kepada Kementerian Negara/Lembaga untuk setiap program sesuai dengan prioritas pembangunan yang ditetapkan oleh Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan, sebagai acuan dalam penyusunan Renja-KL. (Permenhut P.01/Menhut-II/2006).
Pekerjaan yang memerlukan ketelitian, ketekunan dan kesabaran adalah koreksi kata-kata, huruf dan kalimat. Untuk masalah ini saya dibantu putra-putri saya.
Konsultasi dengan teman
Konsultasi saya lakukan sejak awal, sambil mencari data. Banyak teman saya yang telah berjasa memberikan saran, pendapat, kritik, masukan dalam proses penyusunan. Secara khusus saya sampaikan beberapa teman yang selalu “wellcome” ketika saya mengunjungi ruangannya untuk konsultasi, yakni: Ir. Nur Hidayat, Ir. Sutaryo Suriamihardja, Ir. Broto Hadi, Ir. Susilo Indrarto, DR.Ir.Eka, W. Sugiri,MM, Ir. Tubagus Unu Nitibaskoro dan Ir. Lisman Sumarjani MBA.
Konsultasi menyangkut banyak hal, misalnya judul buku, nama kamus, siapa yang akan memberikan kata pengantar/sambutan, isi kata pengantar, sponsor, penerbit, kapan saat penerbitan pertama, ukuran kertas, bentuk dan ukuran huruf, penulis Depertemen Kehutanan yang telah menerbitkan buku dan lain sebagainya.
Dari konsultasi saya mengetahui bahwa di Departemen Kehutanan hanya 4 (empat) orang pernah menerbitkan buku, yaitu : DR. Ir. Untung Iskandar (mantan Dirjen BPK), Ir. Sutisno Wibowo (Staf Ahli Menteri), Ir. Tubagus Unu Nibaskoro dan Budi Suharyanto, SH (Fungsional di Biro Hukum).
Saya banyak memperoleh masukan dari Ir. Tubagus Unu Nitibaskoro. Beliau menerbitkan buku yang diberi judul “DILEMA DIKOTOMI KONSERVASI DAN PEMANFAATAN”, isinya merupakan kumpulan 10 artikel yang pernah dimuat pada majalah Tabloid Agro Indonesia dengan kata sambutan dari Bapak Menteri Kehutanan.
Konsultasi dengan Bpk. Sekjen, Staf ahli, saya lakukan setelah naskah selesai, tinggal kata sambutan dari Menteri Kehutanan. Saya sangat gembira, karena Bpk. Sekjen dan Staf Ahli Menteri mendukung adanya Kamus rimbawan. Untuk kata sambutan Menteri, Bapak Sekjen akan membantunya.
Menuju cetakan
Hasil kopnsultasi dengan teman-teman, mengharuskan adanya kata pengantar/sambutan dari Menteri Kehutanan. Selain untuk melegitimasi keberadaan kamus rimbawan juga sekaligus untuk strategi pemasaran. Ternyata, untuk sambutan bapak Menteri Kehutanan sangat cepat sekali. Naskah kata sambutan yang saya susun, diminta untuk langsung di cetak pada lembar kerta yang berlambang garuda. Bahkan dalam lembar disposisi tertulis “sangat kreatif”. Sungguh saya sangat berbangga.
Untuk menerbitkan kamus rimbawan konsultasi kepada Bapak Tino, dan Bapak Budi, menanyakan penerbit mana yang kira kira mau menerbitkan buku saya. Oleh Bapak Tino dan Bapak Budi saya disarankan untuk menemui Ir. Agung Nugroho, direktur Wana Aksara. Cukup banyak buku-buku kehutanan yang diterbitkan oleh Wana Aksara. Saya sampaikan naskah kamus rimbawan yang telah ada kata sambutan Menteri Kehutanan. Setelah dipelajari oleh Ir. Agung Nugroho, Wana Aksara setuju untuk menerbitkan dengan perjanjian saya hanya menyerahkan file naskah kamus rimbawan, akan menerima fee sebesar 10% dari buku yang terjual dan mendapat buku gratis sebanyak 100 buku. Segala biaya percetakan, promosi, pemasaran dan lain sebagainya di tanggung penerbit. Saya juga mencoba ke penerbit Gramedia, ternyata informasinya sama, pengarang hanya akan mendapat fee 10%. Prosedur di Gramedia lebih ketat lagi, saya diminta menunggu 3 (tiga) bulan untuk menentukan apakah buku yang akan diterbitkan layak jual atau tidak.
Setelah mempertimbangkan berbagai hal, serta dorongan dari sahabat saya Ir. Lisman Sumadjani,MBA, saya mengambil keputusan untuk saya cetak sendiri, dengan biaya saya sendiri serta dipasarkan sendiri. Untuk memperoleh ISBN, saya pinjam nama Yayasan Bumi Indonesia Hijau, yang kebetulan salah satu pengurusnya adalah Ir. Lisman Sumardjani, MBA, karena yang mengurus ISBN di Perpustakaan Nasional sebenarnya adalah bukan pengarang, tetapi penerbit atau instansi pemerintah atau yayasan. Mengurus ISBN relatif mudah, dalam waktu 1-2 hari Nomor ISBN (ISBN 979-15210-0-X) dengan “barcode” telah keluar. Hal lain adalah buku kamus rimbawan masuk dalam katalog perpustakaan nasional.
Pada cetakan pertama sebenarnya saya hanya bermaksud untuk mencetak 300 – 500 buku saja, hanya sekedar untuk promosi. Akan tetapi karena mencetak 1000 buku jauh lebih murah, maka untuk cetakan pertama saya putuskan 1000 buku,
Pemasaran
Menentukan harga jual kamus rimbawan bagi saya ternyata tidak gampang. Pada prinsipnya saya harus menghitung seluruh biaya yang telah saya keluarkan (foto copy, biaya pengetikan, biaya pengurusan ISBN, biaya percetakan, biaya pemasar dan biaya kesempatan (“opportunity cost”), serta kemampuan rimbawan dalam membeli buku. Dengan berbagai pertimbangan tersebut akhirnya saya tetapkan kamus rimbawan seharga Rp.75.000,-
Cetakan pertama saya edarkan bertepatan dengan pembukaan Konggres Kehutanan Indonesia, tepatnya tanggal 13 September 2006, karena saya berpendapat banyak rimbawan yang akan mengikuti konggres kehutanan. Satu hari sebelumnya Kamus Rimbawan telah saya bagikan secara cuma-cuma kepada Bapak Menteri Kehutanan, Eselon I (Dirjen, Kepala Badan, Irjen, Staf Ahli) dan sebagian besar pejabat eselon II, serta teman-teman yang telah berjasa dalam membantu penyusunan kamus rimbawan.
Hari-hari berikutnya saya rajin mencari informasi dimana ada rapat dinas, seminar, lokakarya atau sejenisnya kemudian bekerja sama dengan panitia untuk memasarkan. Maklum pada bulan September – Desember pasti banyak acara seperti itu. Selain itu saya selalu berkonsultasi dengan “key person” di Departemen Kehutanan untuk minta dianggarkan pengadaannya pada tahun 2007 melalui DIPA. Pencaharian “key person” saya anggap penting, mengingat banyak rimbawan yang sebenarnya berkeinginan untuk memiliki kamus rimbawan, akan tetapi terkendala harga sebesar Rp. 75.000,- yang masih dianggap mahal.
“Outlet” masih sangat terbatas, baru di Jakarta (Perpustakaan Manggala ) dan Bogor (Diklat Kehutanan, Litbang Kehutanan, Fahutan IPB, UNB). Dalam waktu dekat akan dilakukan penjajagan ke Gramedia dan Gunung Agung dan toko buku lainnya.
Dalam tempo tiga bulan, cetakan pertama sudah habis terjual, sekarang saya sudah mencetak edisi kedua dengan jumlah 1000 buku lagi. Saya yakin dalam waktu tiga atau empat bulan ke depan, saya akan mencetak sebanyak 1000 buku lagi.
Setelah Kamus Rimbawan
Saya sebenarnya mempunyai mimpi besar pada saat menyusun kamus rimbawan. Dalam mimpi tersebut saya “bisa” jadi jutawawan kalau dapat mewujudkan mimpi saya. Apakah mimpi tersebut? Sangat sederhana. Dalam kamus rimbawan sebenarnya saya mempunyai ruang yang dapat saya manfaatkan, yakni ruang antara A dan B, antara B dan C dan seterusnya sampai antara Y dan Z. Gampangnya saya mempunyai ruang sebanyak 50 ruang bolak-balik. Jika ruang ini dijual untuk mempromosikan suatu produk, apakah dari instansi pemerintah, BUMN atau pihak swasta dengan harga 10 juta, saya dapat memperoleh uang 500 juta. Suatu pendapatan yang luar biasa. Tetapi, sekali lagi, itu hanya mimpi. Mimpi itu akan tetap saya pelihara, siapa tahu akan terwujud suatu saat nanti.
Saat ini saya sedang menyusun Kamus Pemerintahan, mudah-mudahan dapat diterbitkan pada tahun 2007, dan siapa tahu mimpi besar saya dapat terwujud melalui buku tersebut..
Epilog
Dari menyusun buku kamus rimbawan, keterampilan saya meningkat cukup pesat terutama dalam internet dan men”scanner”. Penyusunan buku yang tadinya dilakukan dengan pengetikan ulang, sekarang tinggal “copy” dan “paste” atau “scan”,”copy” dan “paste”. Pekerjaan jauh lebih cepat.
Sebagai staf senior, saya harus bisa memanfaatkan kelebihan yang saya miliki, memanfaatkan waktu, memanfaatkan fasilitas (komputer, printer, internet, scanner) untuk tujuan produktif, memanfaatkan kepandaian teman-teman yunior saya, memanfaatkan teman-teman yang sedang menjabat, memanfaatkan setiap peluang yang ada, supaya hidup lebih bermanfaat.
Semoga pengalaman saya dalam menulis buku Kamus Rimbawan dapat memberikan inspirasi teman-teman Widyaiswara. Saya yakin teman-teman Widyaiswara mempunyai kemampuan menulis jauh lebih baik dari saya.
Sebagai penutup saya sampaikan salah satu kata bijak yang mungkin dapat dijadikan filosofi hidup. “Think Big, Small Step, Take Action”.
Bogor, 27 Desember 2006
Bambang Winarto
Selasa, 12 Februari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Dengan kamus ini, dapat memperkaya khasanah ilmu kehutanan. Dan secara praktis dapat dilakukan di level lapangan.
Terus berkarya.
Posting Komentar